Black Phone 2: The Grabber Kembali, Kali Ini Lewat Mimpi

by Redaksi

Black Phone 2: The Grabber Kembali, Kali Ini Lewat Mimpi
EDITOR'S RATING    

Di dunia nyata saja jawara, apa lagi di dunia fana

Butuh empat tahun bagi Scott Derickson menulis dan menyutradarai sekuel The Black Phone. Adaptasi kisah pendek karya Joe Hill ini bisa dibilang sukses dengan meraih pendapatan $161 juta dan melambungkan nama Mason Thames. Kali ini, ia kembali lagi dengan Black Phone 2 yang masih berfokus pada The Grabber dan Finney, namun kini juga mengangkat karakter Gwen. Gadis muda bermulut kotor, tapi memiliki kemampuan psychic lewat mimpi-mimpinya. Tiga pemeran utama pun kembali lagi dari film pertama: Thames, Madeleine McGraw sebagai Gwen, dan Ethan Hawke sebagai The Grabber. 

Mengambil masa empat tahun setelah kejadian di film pertama, Finney dan Gwen kini sudah tumbuh menjadi remaja. Namun, penculikan yang Finney alami masih tetap membayanginya. Sementara, Gwen bermimpi ditelepon oleh ibunya di masa remaja dari sebuah tempat bernama Kamp Alpine Lake. Di sana, ia melihat mayat anak-anak yang ada di danau dan menggoreskan huruf di permukaannya yang beku. Penasaran dengan yang terjadi, Gwen bersama Finney dan temannya, Ernesto, pergi menyelidiki Alpine Lake dan terjebak di sana saat badai salju melanda. Tanpa mereka sadari, sesosok musuh lama mengintai. Lebih kuat dan mematikan. 

Meski masih mengetengahkan kisah The Grabber dan hubungannya dengan Finney, namun fokus utama cerita kali ini bertambah lewat karakter Gwen. Di film pertama sendiri, adik Finney ini merupakan sosok kunci yang membuat polisi akhirnya mengetahui lokasi keberadaan The Grabber dan menyelamatkan Finney. Gwen mengetahui tempat kakaknya ditahan melalui mimpi-mimpi yang ia dapatkan. Dan, di film kedua, mimpi ini lebih diperjelas lagi. Bahwa, apa yang dilihat Gwen di dalam mimpinya tidak hanya sekadar prediksi, tapi juga kejadian nyata yang bahkan mengancam nyawanya dan orang-orang di sekitarnya. 


Meski mengangkat usaha Gwen mencari tahu arti mimpi-mimpinya, Finney juga tidak terlupakan di Black Phone 2. Kali ini, berselang beberapa tahun dari kejadian penculikan yang ia alami, Finney tumbuh menjadi pemuda yang menutup diri dan hobi berkelahi. Namun, itu semua ternyata ia lakukan untuk membuatnya "melarikan diri" dari pengalaman traumatis di rubanah rumah The Grabber. Usaha untuk melupakan hal itu ternyata tidak berjalan mulus karena justru tempat yang ia datangi bersama Gwen adalah lokasi "lahirnya" si penculik anak-anak berbalon hitam tersebut. 

Latar hujan salju lebat dan para karakter yang terjebak di sebuah tempat terpencil pasti akan mengingatkan kita pada sebuah film. Benar, situasi seperti ini nyaris serupa dengan setting The Shining. Lokasi kamp pemuda di Rocky Mountain, Colorado, pun sama seperti Overlook Hotel. Apa ini kebetulan atau memang homage dari Scott Derickson terhadap salah satu film horor klasik terbaik itu? Tidak hanya itu, kemampuan The Grabber untuk menyerang Gwen di dalam mimpi juga akan membuat kita langsung ingat pada karakter horor yang sama-sama menyerang korbannya di mimpi: Freddy Krueger di franchise A Nightmare on Elm Street.

Secara keseluruhan, Black Phone 2 bukan hanya soal "perang" antara Finney dan Gwen melawan The Grabber. Tapi, di balik itu ada pesan yang bermakna tentang kemauan menghadapi trauma, bukan malah melarikan diri seperti yang dilakukan Finney. Selain itu, seperti Gwen yang awalnya merasa tidak berdaya di dalam mimpinya, namun kemudian berbalik melawan, bahwa hidup kita adalah  kita yang mengendalikan, bukan orang lain. Kita sendirilah yang menentukan bagaimana cara menjalani hidup, baik atau buruk.